Critical Review : Buku Metodelogi Penelitian Politik
Identitas Reviewer
1. Nama : Septiadi
2. NIM : 201186918017
3. Alamat : Jl. Remaja. Rt.06/01 No.11. Mampang, Pancoran Mas, Depok
4. Jurusan : S2 Ilmu Politik / Kelas C Regular.
5. Matakuliah : Metodologi Penelitian
6. Dosen : DR. Asran Djalal
Data/Identitas Buku
1. Nama Pengarang : Lisa Harrison
2. Judul Buku : Metodologi Penelitian Politik
3. Bagian yang direview : Bagian Kedua: Analisis Kuantitatif
4. Penerbit : Prenada Media Group
5. Tahun Terbit : Cetakan pertama 2007, cetakan kedua 2009
6. Tempat Terbit : Jakarta
Pendahuluan
Cakupan studi ilmu politik sangat luas dan cair. Oleh karena itu dibutuhkan penentuan konsep, definisi atau teori yang benar-benar akurat agar dapat digunakan dalam metode penelitian politik. Alasannya agar apa yang menjadi sasaran penelitian menjadi terfokus. Mary Grisez Kweit & Robert W. Kweit menjelaskan bahwa metode penelitian pengetahuan merupakan, sarana untuk mengumpulkan pengetahuan dan pengertian akan dunia empirik disekitar kita.
Selain itu, J.J. M. Wuisman menjelaskan, metode penelitian ilmu pengetehuan merupakan jalan untuk menciptakan suatu kenyataan konseptual yang dapat dipakai untuk mengadakan pengujian melalui interpretasi.
Metode penelitian politik merupakan usaha analisa untuk mendapatkan pengetahuan yang koheren secara logis dan memiliki basis empiris yang kuat dalamrangka mengembangkan penjelasan teori politik.
Tinjauan Buku
Sebelum lebih jauh mereview, ada pertanyaan mendasar yang perlu dijawab. Pertama, mengapa kita perlu mengkuantifiksikan politik?. Kedua, apa saja yang harus dilakukan dalam kuantifikasi politik? Nah, pada bagian kedua buku ini, Lisa Harison menjelaskan penentuan konsep menjadi hal penting dalam membuat penilaian atas karakteristik politik. Selain itu metode apa yang cocok digunakan dalam penelitian politik? Sebagai contoh bagaimana kita bisa mengatakan satu negara lebih demokratis dibanding negara lain. Oleh karena itu perlu menempatkan temuan yang dapat dikuantifikasikan. Yakni dengan melakukan pengukuran dalam analisa perilaku dan sikap politik.
Tentunya dalam riset kuantitatif ini kita tidak bisa menghindar dari konsep dalam bentuk statistik dan angka. Oleh karena itu periset politik harus pandai menarasikan analisa yang dilakukannya. Bahasa penelitian ilmu politik merupakan istilah atau konsep yang bisa dipahami secara umum. Kuantifikasi merupakan konsep untuk menjelaskan dan mengatakan sesuatu fenomena tentang seberapa besar sifat yang dimiliki oleh masing-masing konsep, seberapa kuat sifat keterhubungannya.
Periset politik telah banyak melakukan metode riset politik kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan proses penelitian masalah yang sudah diidentifikasi berdasarkan pada pengujian teori dengan pengukuran angka dan dianalisa dengan tehnik statistik (regresi).
Dalam pendekatan kuatitatif dikenal dengan bahasa nominal, yakni informasi dikodekan dalam kategori saling berlawanan (diskresi). Bagaimana agar riset atau analisa dapat dikatakan benar, Lisa menjelaskan, ada beberapa yang menjadi pertimbangan, antara lain:
Pengukuran.
Studi ilmu politik cenderung mengkaji sesuatu yang abstrak dan berkaitan dengan interaksi manusia. Periset politik harus lebih hati-hati dalam menentukan konsep yang akan diteliti. Sehingga konsep yang diajukan tidak memiliki banyak persepsi. Dalam hal ini, bisa difokuskan pada aktivitas politik manusia. Oleh karena itu dibutuhkan penentuan konsep yang jelas dan tegas. Misalkan konsep preferensi pemilih atau pengangguran.
Perbandingan.
Bagaimana bisa melakukan perbandingan? Tentunya perlu menggunakan konsep angka atau statistik, seperti persentase. Penggunaan persentase akan memudahkan dalam menganalisa objek riset yang banyak jumlahnya.
Kontrol Ketidakpastian.
Untuk menghilangan kesan mubazir dalam riset diperlukan pemilahan data-data yang akan dipakai. Dalam dunia riset dikenal dengan data primer dan data sekunder. Perlu diingat yang menjadi objek penelitian politik adalah manusia, sehingga konsistensi perilaku manusia sulit untuk dipertahankan. Oleh karena itu data yang dimiliki periset (data primer) bisa dikombinasi dengan data sekunder (data milik orang lain). Menganalisa data yang dikumpulkan oleh pihak lain atau beberapa organisasi dinamakan data sekunder. Sebaliknya, analisis primer adalah analisis atas data yang dikumpulkan sendiri.
Bahasa Analisis Kuantitatif
Pada pembahasan mengenai bahasa analisis kuantitatif, Lisa menjelaskan mengenai bahasa dalam analisis kuantitatif. Namun sebelum itu, Lisa telah membagi tipe atau jenis-jenis data yang digunakan dalam metode penelitian. Sehingga bahasa analisis yang digunakan agar tidak membingungkan. Perlu diingat, hasil studi ilmiah seharusnya lebih mudah dipahami, bukan membuat pusing atau ngejelimet.
Lebih lanjut, Lisa dalam buku ini menjelaskan, ada beberapa tingkatan dalam menentukan apakah data tersebut informatif, antara lain: Nominal; merupakan tipe data yang sangat mendasar. Informasi dikodekan dalam kategori saling meniadakan atau berlawanan. Ordinal; data ini berguna dalam melakukan perbandingan. Ordinal disebut sebagai data yang berurutan. Interval/Rasio; interval sering digambarkan sebagai level paling berguna, karena pada level data tersebut menunjukkan pula level jarak.
Data interval dapat menghitung seberapa jauh jarak melalui skala, namun tidak memiliki absolut zero point. Sehingga tidak bisa membagi atau mengalikan sektor satu dengan lainnya. Akan tetapi data internal jarang digunakan dalam ilmu politik. Pada bagian kedua ini juga dibahas mengenai populasi dan sampel. Semakin banyak subjek, akan semakin sulit dipelajari.
Persamalahan yang sering ditemukan periset adalah bagaimana menentukan area populasi yang menjadi studi penelitian. Karena area yang begitu luas, makanya diambil beberapa sample dari populasi untuk subjek penelitian tersebut. Hal tersebut dapat disebut pengambilan kerangka sampel/sampling frame.
Pengambilan kerangka sampel yang sifatnya jangka panjang, akurat dan bersifat representatif menjadi keniscayaan dalam penelitian ilmu politik. Setelah kerangka sampel telah diambil, barulah menentukan unit sampel yang menggambarkan kelompok terkecil dalam populasi.
Ada dua pendekatan dalam pengambilan sampel, yakni sampel probabilistik dan non probabilistik. Ada beberapa pendekatan dalam pengambilan sampel probabilistik. Pertama, Random Sampling. Dalam pendekatan ini, anggota populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk dipilih. Meski terlihat mudah, namun akan sulit jika pada populasi yang besar.
Stratified Sampling. Pendekatan ini membagi populasi menjadi beberapa unit-unit dari hasil tehnik pengambilan acak. Cluster Sampling. Pendekatan ini barangkali satu-satunya yang dapat dipakai untuk mensurvei kelompok tertentu.
Pengambilan Sampel Nonprobabilistik
Lisa menjelaskan, pendekatan ini menggunakan sampel yang memiliki karakteristik dengan pengambilan non acak (non probabilistik). Ada beberapa bentuk dari sampel non acak ini, yakni Quota Sampling, Convience Sampling, Velunteer Sampling, Snow Sampling dan Purposive Sampling. Mana yang lebih baik?.
Tidak ada sampel yang ideal, namun bagaimana ketepatan, pengetahuan tentang populiasi dan sumber daya yang tersedia menjadi pertimbangan. Sampel yang mewakili mustahil didapatkan. Setiap karekateristik yang relevan dapat menjadikan sampel itu ideal.
Validity dan Realibilty (Validitas dan Reabiltas)
Apakah data dapat dihandalkan (realible) atau valid? Pertanyaan ini sering dipertanyakan. Riset bisa dikatakan reliable jika kita mendapatkan hasil yang sama bekali-kali dalam riset yang dilakukan. Dan sebuah pengukuran dikatakan valid apabila dilakukan secara aktual.
Lisa menekankan, beberapa pendekatan agar riset dapat dihandalkan. Stabilitas; metode uji ulang untuk mengukur preditabilitas jangka panjang. Konsistensi Internal; mengajukan pertanyaan yang sama untuk mengetahui konsistensi sikap. Realibilitas Lintas-Penilai; disebut sebagai double marking, yakni mengecek konsisten dengan menggunakan pendapat penilai. Suatu riset dikatakan reliabel jika temuannya bersifat konsisten.
Apa penyebab riset kita unreliability? Hal ini disebabkan karena sumber yang bervariasi, kekeliruan acak, dan problem desain riset. Kesalahan reliabilitas bisa disebabkan oleh buruknya pertayaan yang disusun. Kebohongan dalam pengumpulan data juga membuat suatu riset tidak bisa dihandalkan.
Riset bisa dikatakan valid, jika ada keterhubungan antara konsep dengan yang akan direfleksikan. Ada beberapa tipe validitas. Pertama, Construct Validity. Berguna untuk mengukur hal-hal yang sifatnya abstrak, seperti kelas sosial. Kuncinya aktualisasi dalam pengukuran konsep. Kedua, Conten Validity.
Perlu diketahui, pemahaman masyarakat umum dan minat terhadap politik bervariasi, sehingga timbul kesenjangan pemahaman. Bisa saja responden memberikan jawaban yang berbeda pada pertanyaan yang sama dan pada kesempatan berbeda karena pemahaman politiknya rendah.
Disamping itu, apalah gunanya memiliki banyak data, namun tidak bisa mengolah dan menganalisanya. Analisa data harus dapat menjelaskan keseragaman dan kenapa terjadi keseragaman. Seorang peneliti tak cukup terpelajar, namun harus paham angka dan konsep operasi matematika.
Ada beberapa tipe dalam analisis, yakni Bivariate Analysis; membandingkan variabel-variabel agar dapat mengetahui keterhubungan satu sama lain. Multivariate Analysis. Berguna dalam memaham keterkaitan banyak variabel, untuk menganalisis data berdasarkan waktu.
Dibagian kedua buku ini, Lisa menjabarkan beberapa studi kasus terkait penelitian sosial. Diantaranya, SPSS. Diluncurkan pertama kali pada 1968 dengan nama Statistical Package for Social Sciences, namun sekarang nama itu berubah menjadi Statistical Product and Service Solution (SPSS). SPSS ini sajiannya dalam bentuk angka. Bagaimana informasi disajikan dalam kategori numerik. SPSS mempermudah pengolahan data dalam jumlah besar. SPSS dapat menganalisis statistik secara komplek maupun sederhana.
Studi Kasus 2; British General Election Surveys (BES) dan British Election Panel Studies (BEPS) merupakan sumber data terdetail dan informasi tentang pemilu di Inggris. BES telah aktif pada 1964, sedangan BEPS, 1992. Keunggulan BEPS dapat membantu memahami konsistensi opini responden dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Lisa Harrison cukup gamblang memaparkan pertanyaan besar mengapa perlunya menggunakan kuantifikasi politik. Apa dan bagaimana mengenai kuatifikasi politik juga telah dijelaskannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dibantu dengan berbagai contoh-contoh yang konkret.
Untuk contoh kasus, Lisa lebih bayak menyoroti proses pemilu di Amerika Serikat, khususnya dengan mengambil sampel partisipasi politik masyarakat dan partai politik (Partai Demikrat Liberal) pada tahun 1997.
Pembahasan mengenai analisa kuantitatif yang dilakukan Lisa membuka peluang dalam pencarian pengetahuan yang objektif dari sesuatu yang tidak jelas. Maksudnya, ilmu politik mempelajari interaksi individu, manusia, atau negara. Interaksi sosial tidak nyata, namun dapat dirasakan. Dengan kuantifikasi politik, ketidakjelasan itu bisa menjadi objektif.
Rekomendasi
Inilah buku pertama yang berbicara tentang riset politik. Mengupas substansi secara sistematis dan memadukan aplikasi para pemakaianya di dalam dunia politik yang terkadang ruwet, ekslusif dan penuh rahasia. Yang paling menarik, buku ini dilengkapi dengan berbagai studi kasus dan didesain untuk memberikan keandalan mengidentifikasi teknik dan aplikasi teori riset yang tepat pada situasi dan kondisi yang akan diriset serta ilustrasi nyata implementasi di lapangan.
Kedepan, sebaiknya ulasan mengenai contoh kasus lebih up to date lagi. Tak hanya kasus-kasus yang terjadi di Amerika saja, namun bisa ke negara lain, termasuk Indonesia. Selain itu, perlu juga dijelaskan penggunaan analisa kuantitatif dan kualitatif untuk menjawab permasalahan di politik. Apakah kedua metode tersebut bisa berkolaborasi? Kita tunggu.
Daftar Pustaka
1. Alicia Jensic (2011),Qualitatif VS Quantitative Research, John T.Ishiyama & Marijke Breuning 21 st Century Political Sience a Refernce Handbook,Los Angeles-London, New Delhi,Singapore, Washington DC; Sage Publication Inc.,pp.506-514
2. Fielding and Jane L., Gilbert, Nigel. Understanding Social Statistics. London, Sage, 2000.
3. Fielding and Jane L., Gilbert, Nigel. Understanding Social Statistics. London. Sage. 2000.
4. Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta. Prenada Media Group. 2007
5. Ichlasul Amal & Budi Winarno, Metodologi Ilmu Politik, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, tanpa tahun, h.1
6. J.J. M. Wuisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. (Penyunting M. Hisyam), Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, 1996.
7. Mary Grisez Kweit & Robert W. Kweit, Concepts And Methods For Political Analalysis, NJ: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, 1981.
8. R. Sapsford and V. Jupp. Data Collection and Analysis. Schofield, Survey Sampling, London, Sage, 1996