Selasa, 09 Maret 2010

KPK Umumkan Kekayaan Menteri, Mantan Menteri dan Pimpinan KPK

Sebagaimana tertuang pada Pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; setiap Penyelenggara Negara (PN) berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Atas dasar itu, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memfasilitasi pengumuman harta kekayaan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu periode 2009-2014 (KIB II)dan mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009 (KIB I). Pengumuman dilakukan bertahap, mulai selama Januari 2010 ini di kantor KPK, Jakarta.
Pemeriksaan terhadap harta kekayaan yang dilaporkan tersebut, dilakukan secara uji petik sesuai dengan yang ditetapkan KPK menggunakan kriteria antara lain: laporan dari masyarakat, hubungan antara kewenangan PN dengan fenomena yang terjadi di masyarakat, analisis kekayaan dan penghasilan. Sesuai dengan UU 30/2002 pasal 13, KPK bertugas melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Untuk itu, KPK mengharapkan partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat untuk ikut memantau ketaatan PN dalam mengumumkan kekayaannya. Masyarakat juga diharapkan melaporkan kepada KPK jika ditemukan adanya harta PN yang tidak dilaporkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dari KIB I ada mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsjah, Kusmayanto Kadiman mantan Menteri Riset dan Teknologi, MS Kaban, Rachmat Witoelar, Andi Matalatta dan Fahmi Idris. Sedangkan menteri KIB II yang verifikasi kekayaannya sudah tuntas dan bisa diumumkan ke publik oleh KPK, adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, serta Evert Ernest Mangindaan, Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Riset dan Tehnologi Suharna Surapranata, Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Hatta Rajasa.
Tidak hanya pada menteri dan mantan menteri KIB I dan II yang melaporkan harta kekayaannya, pimpinan KPK pun turut andil dalam menyampaikan harta kekayaannya kepada public. Selain itu, KPK juga memaparkan anggota dewan dari partai politik yang telah belum dan sudah melaporkan harta kekayaannya.
“PKS merupakan partai yang tinggi kepatuhan dalam menyampaikan LHKPN,”kata Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin, di Jakarta (28/01).
Setelah dipaparkan, kenaikan harta para mantan menteri, menteri dan pimpinan KPK diakibatkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). “Dulu saya beli tanah dan bangunan masih murah. Sekarang harganya terus naik dan melambung tinggi menjadi dua kali li­patnya. Ini berarti menambah nilai kekayaan saya,” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Beda halnya dengan Mochammad Jasin, harta kekayaannya naik drastic.”Kenaikan ini disebabkan saya mulai dari kecil, sehingga sangat kentara sekali kenaikannya,”kalim Jasin.
No. Nama Jumlah Kekayaan Tanggal Pelaporan
1. Tumpak Hatorangan Panggabean Rp. 2.642.679.000 8 Januari 2010
2. Bibit Samad Riyanto Rp. 2.184.946.847 26 Januari 2010
3. Chandra M. Hamzah Rp. 4.042.899.576 dan USD 12.817 18 Desember 2009
4. Mochammad Jasin Rp. 1.264.279.824 31 Desember 2009
5. Haryono Umar Rp. 1.396.453.925 dan USD 6.562 28 Desember 2009
6. M. Hatta Rajasa Rp. 14.800.511.235 23 November 2009
7. Purnomo Yusgiantoro Rp. 9.668.466.853 dan USD 17.931 8 Desember 2009
8. Suharna Surapranata Rp. 11.162.021.672 dan USD 29.785 9 November 2009
9. Widodo Adisutjipto Rp. 6.500.612.874 dan USD 10.593 1 November 2009
10. Yusuf Asy’ari Rp. 19.353.050.550 20 Oktober 2009
11. Jusman Syafii Djamal Rp. 1.954.979.586 dan USD 43.587 17 November 2009
12. Suharso Monoarfa Rp. 13.398.378.022 23 November 2009
13. Moh. Nuh Rp. 3.492.282.936 dan USD 13.900 18 November 2009
Sumber: KPK

Mencegah Pelayahgunaan Dana Perbaikan Sekolah

DAK hanya membantu perbaikan sekolah-sekolah yang rusak berat dan tidak menggantikan APBD Pada 2009, jumlah dana alokasi khusus(DAK) mencapai Rp9,3 triliun untuk 451 kabupaten/kota, dibandingkan tahun sebelumnya Rp7 triliun untuk 450 kabupaten/kota. Dana ini dialokasikan untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan diarahkan untuk rehabilitasi ruang kelas serta pembangunan ruang perpustakaan sekolah dasar beserta perangkatnya.
Dari hasil kajian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditemukan beberapa kelemahan dalam sistem pengelolaan DAK bidang pendidikan. Pertama, masih terdapatnya ketidaksesuaian pengalokasian DAK pada tahap perencanaan. Dari data Alokasi DAK bidang pendidikan Departemen Keuangan terdapat 160 kabupaten/kota yang secara tetap mendapatkan dana DAK bidang pendidikan, meski data teknis Depdiknas 2009 menyebutkan bahwa 160 kabupaten/kota tersebut tidak memiliki ruang kelas rusak dan tidak membutuhkan dana rehabilitasi. Jika dijumlahkan, total alokasi kepada 160 kabupaten/kota tersebut mencapai Rp 2,2 triliun.
Kedua, ditemukannya penyimpangan pemanfaatan dana dalam pelaksanaan, seperti untuk pembayaran jasa konsultan dan IMB. Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin mencontohkan, penyimpangan di Kabupaten Serang,biaya konsultan dikenakan kepada sekolah yang menerima DAK, rata-rata Rp340.000,-. Nah sedangkan di Kabupaten Serang terdapat 238 sekolah mendapatkan DAK,tinggal dikalikan saja. Belum lagi, dengan biaya pengurusan IMB.
“Pejabat Diknas ada yang mengarahkan kepada supplier tertentu pada pengadaan barang dan jasa,”tegas Jasin saat konferensi pers di gedung KPK, beberapa waktu lalu.
Selain itu, KPK juga menemukan keterlambatan pencairan yang mengakibatkan tersendatnya proses rehabilitasi, kurang tertibnya pencatatan aset yang berpotensi kerugian negara, dan berbagai potensi konflik kepentingan yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi dalam pengadaan. Ketiga, sulitnya monitoring dalam bidang pengawasan karena tidak semua Pemda menyampaikan laporan kepada Depdiknas.
Berdasarkan temuan tersebut, KPK merekomendasikan Depdiknas untuk: bersama Depkeu membuat perencanaan alokasi DAK bidang pendidikan dengan menyempurnakan formula penentuan alokasi; memperbarui baseline data teknis secara berkala; menyempurnakan petunjuk teknis DAK; dan menindaklanjuti segala macam pembayaran yang tidak sesuai peruntukan DAK bidang pendidikan serta melakukan tindakan atas penyimpangan oleh oknum yang terlibat konflik kepentingan dalam pengadaan secara tegas.
Pada kesempatan lain, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M. Nuh mengatakan penyimpanan dana sekitar Rp 2,2 triliun perlu dipertanyakan kembali ke KPK. Menurutnya, KPK hanya baru melihat satu kasus, yang semestinya sekolah tidak boleh mengeluarkan dana sekitar Rp2-3 jutaa, sehingga akibatnya jika dikalikan dengan sekian ribu sekolah maka hasilnya bisa mencapai Rp2,2 triliun.
“ Itu kalau(perkiraan seperti itu), ada potensial lost. Tapi nyata itu tidak, karena hanya satu kasus. Nanti itu bisa ditanyakan di KPK,”tegas M. Nuh, usai konferensi pers di gedung KPK, Selasa (26/01).
Tentunya,Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tidak berhenti melihat ada potensial kesalahan tersebut. Langkah pencegahan pun dilakukan, salah satunya melakukan langkah ekstra hati-hatikarena anggaran diknas merupakan anggaran yang luar biasa besarnya.
“Kawan-kawan punya komitmen yang sama, jangan sampa anggaran yang besar itu tidak tepat penyalurannya,”katanya.
Tambah M. Nuh, Depdiknas telah melakukan dua kombinasi antara administrasi dan h. Dari kacamata adinistrasi, posisi Diknas, wajar tanpa pengecualian, terlebih lagi Diknas merupakan institusi yang memiliki integritas paling tinggi menurut survai KPK tahun 2009.
“Itu tentunya belum cukup, kita unya tanggung jawab moral, maka kita kita masukan performance. Maka kesuksesan tidak diukur pada administrasi.”
Data Berbeda
Pada kesempatan yang sama Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan(Depkeu), Mardiasmo menjelaskan, pihaknya terus melakukan review terhadap criteria umum,khusus dan tehnis dari DAK ini. Untuk penyebaran DAK ini,pihaknya sudah menggunakan yang lebih akurat dan terbaru.”DAK tahun 2010 sudah sesuai dengan criteria umum, khusus dan tehnis,’tegasnya.
Mardiasmo mengakui, pelaksanaan program DAK tersebut masih menggunakan data tahun 2003, sehingga ada perbedaan data di lapangan, antara data Depdiknas dengan DPR, ketika mereka turun langsung ke lapangan.
Mochammad Jasin dan Masdiasmo menegaskan DAK hanya membantu perbaikan sekolah-sekolah yang rusak berat dan tidak menggantikan APBD. Apabila sekolah masih dalam kondisi baik, tidak akan diberikan DAK.”DAK bukan untuk mempercantik. Misalnya lantai yang belum keramik, lantas diganti keramik. Itu tidak substansial,”kata Jasin.
Mardiasmo mengatakan, pada tahun 2010 ini, DAK akan disampaikan pada awal Februari mendatang. Dengan memperbarui berbagai administrasi pengucuran dana DAK. Sebelumnya DAK di salurkan dalam empat tahap. Namun sekarang lebih cepat, hanya tiga tahap, 30%, 45% dan 25%.
“Kita menyerahkannya juga memiliki persyaratan, daerah yang belum mengirimkan Perda, tidak akan di salurkan DAK-nya, sebesar 30%. Seedangkan untuk 45% dan 25% kalau sudah menyampaikan laporan penyerapan DAK.”(septi)

Menelisik Aliran ‘Upeti’ BPD ke Pejabat Daerah

Berdasar hasil pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat enam Bank Pembangunan Daera(BPD) yang disinyalir memberikan fee, hadiah, dan fasiitas kepada kepala daerah yang dinikmati untuk kepentingan pribadi. Enam BPD tersebut adalah BPD Sumatera Utara Rp53,811 miliar, BPD Jawa Barat-Banten Rp148,287 miliar, BPD Jawa Tengah Rp51,064 miliar, BPD Jawa Timur Rp71,483 miliar, BPD Kalimantan Timur Rp18,591 miliar, dan Bank DKI Rp17,075 miliar.
KPK juga memeriksa kepala daerah yang menikmati ‘upeti’ dari BPD. Menurut Wakil Ketua KPK Haryono Umar, setoran dari BPD itu jumlahnya mencapai ratusan miliar rapiah."Saat ini sudah ada enam kepala daerah yang kami periksa. Dari enam itu, sekitar Rp 360 miliar yang sudah disetor kepada kepala daerah dari BPD. Sementara, 27 daerah lagi yang akan menyusul kita (KPK) periksa," jelas Haryono.
Haryono menjelaskan, jumlah ‘upeti’ atau setoran illegal yang diterima setiap kepala daerah sangat bervariatif dan bermacam bentuk. Haryono juga mengatakan, setoran dana dari BPD itu diberikan berupa bunga atau fee dan tidak masuk ke kas Negara, melainkan masuk ke saku pribadi kepala daerah.
"Uang yang disetor kepala daerah biasanya ditujukan sebagai ucapan terima kasih karena mereka sudah menyimpan dana APBD di bank tersebut. Uang itu biasanya dikirim langsung ke rekening pribadi kepala daerah," paparnya.
Seharusnya, lanjut Haryono, uang tersebut dimasukan ke kas daerah. Karena itu, KPK mengimbau kepada selurah kepala daerah untuk segera mengembalikan uang setoran tersebut. Sebab setoran itu merupakan uang negara dan tidak boleh dinikmati secara pribadi. Menurut Haryono, KPK telah koordinasi dengan BI dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk memberitahukan kepada BPD agar tidak lagi memberikan bunga kepada kepala daerah. Begitu halnya dengan kepala daerah, untuk menolak setoran illegal dari BPD. Meskipun sudah terlanjur mendapatkan, bisa langsung dilaporkan.
Untuk koordinasi dengan Depdagri, pihaknya sudah memberikan masukan kepada kepala daerah agar tidak lagi menerima uang tersebut. Untuk tahap awal, pihaknya sudah melakukan penyelesaian di enam daerah, yaitu Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Jawa Timur dan DKI Jakarta.
KPK, lanjut Haryono, berharap Depdagri juga punya inisiatif untuk membantu penyelesaian ini. Sampai saat ini, katanya, belum ada satupun kepala daerah yang mengembalikan uang setoran itu. Menurutnya, jika ada pihak yang akan mengembalikan uang, agar mengembalikan ke kas daerah. "Bukan ke KPK," katanya.
Komitmen Kuat
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang,mengatakan, sebagai pembina pengelola keuangan daerah, Kementerian Dalam Negeri akan mendalami persoalan tersebut. ”Jadi kita sedang mendalami kemungkinan kasus atau dugaan pemberian imbalan oleh BPD. Kami akan turun langsung ke daerah. Tentunya kami juga melihat peraturan yang masih relevan dengan hal itu,” katanya.
Peraturan yang dimaksud Saut adalah peraturan dari Bank Indonesia yang mendasari manajemen keuangan BPD. ”Hasil pendalaman dari kami tentu akan dikomunikasikan dengan pihak lain, seperti KPK, BI, dan Asosiasi BPD pada waktunya nanti,” ujarnya. Lebih lanjut Saut mengatakan, Kementerian Dalam Negeri menghormati semua proses yang dilakukan KPK. ”Dalam hal KPK hendak lakukan penyelidikan atas dugaan kasus itu, karena hal itu merupakan kewenangan KPK sesuai undang-undang dan kami menghormatinya,” ujarnya.
Namun, Saut mengungkapkan pada waktu yang bersamaan semua pihak tentu perlu menjaga atau tetap menjaga kelangsungan fungsi dan peran BPD dalam mendukung pembangunan daerah di semua wilayah. ”Artinya, ketika penyelidikan berlangsung kita menghormati itu, tetapi pada waktu yang bersamaan, kita juga menjaga supaya fungsi dan peran BPD dalam mendukung pembangunan daerah tetap berlangsung,” katanya.
Deputi Pengawasan Bank Indonesia Mulyaman Hadad mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada seluruh BPD untuk menghentikan pemberian fee kepada kepala daerah. ”Ada MoU (nota kesepahaman) BI-KPK untuk melakukan identifikasi terkait dengan tipikor (tindak pidana korupsi),” jelas Mulyaman dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta.
Mulyaman mengaku, surat larangan memberi fee oleh bank kepada kepala daerah tersebut sudah disampaikan sejak Mei 2009. Surat itu sekaligus menegaskan bahwa pemberian fee tersebut bertentangan dengan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi. ”Kami melakukan sosialisasi agar praktik yang tidak sejalan dengan perundang-undangan tidak dilakukan,” tandasnya.
BI juga akan menyurati bank lain untuk tidak memberikan fee tersebut. Untuk memperbaiki mekanisme di perbankan ini, KPK melibatkan BPKP. Selanjutnya, tugas BPKP membantu KPK melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh bank.
Selain enam bank di enam provinsi tersebut, saat ini KPK juga tengah memeriksa bank daerah di 27 provinsi lainnya. Selain itu, KPK juga mencari mekanisme untuk mengembalikan uang yang sudah telanjur diberikan kepada pejabat deerah. ”Mereka tidak berhak menikmati uang dan fasilitas itu karena itu punya negara dan pemerintah daerah. Oleh karena itu harus dikembalikan. Masalah apakah di sana terjadi tindak pidananya, sampai saat ini belum bisa disimpulkan karena kami akan lakukan pemeriksaan,” kata dia.
Haryono menegaskan, dengan mengembalikan uang tersebut, tidak serta merta akan terbebas dari unsur pidana.”Pengembalian uang imbalan tidak serta-merta menghapus unsur pidana.” Praktik pemberian imbalan, lanjut Haryono, terjadi karena lemahnya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. ”Kita belum melakukan kajian lengkap mengenai pengawasan perbankan, tapi ada persoalan-persoalan yang selama ini ditangani KPK terkait dengan masalah perbankan ini,” katanya. (septi)

Rutan Khusus Koruptor: Antara Kebutuhan dan Efektivitas

“Senyaman-nyamannya rumah orang, lebih nyaman rumah sendiri”. Barangkali itu pepatah yang lebih pas di kenakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketika mengungkapkan keinginannya memiliki rumah tahanan sendiri.
Baru-baru ini merebak kabar, perlakuan istimewa terhadap terpidana kasus korupsi Artalyta Suryani alias Ayin di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. "Perlakuan istimewa” untuk Ayin ini terbuka lebar setelah Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan inspeksi mendadak ke selnya, beberapa waktu lalu. Di dalam sel terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan itu ditemukan sejumlah fasilitas mewah. Antara lain, ruangan 6 x 6 meter yang dilengkapi dengan penyejuk udara, kasur pegas, televisi, sofa, dan meja tamu; dapur, toilet pribadi, serta tempat permainan anak; sopir, asisten, dan pengasuh bayi."
Sangat ironis memang, ketika kondisi rutan penuh sesak dengan penghuni. Ternyata ruang tahanan bisa dibeli dan dipesan sesuai keinginan penhuninya. Aneh!. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengatakan, semakin bertambahnya penghuni rutan tanpa dibarengi penambahan daya tampung rutan menjadi kendala selama ini. Para penghuni seakan dipaksakan untuk menempati ruangan yang sudah penuh. Istilahnya disesekkin.“Seperti tempat untuk menahan saya, itu rutan untuk wanita. Tempat Artalita ditempatin,”katanya , Senin (1/2).
Demikian halnya dengan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, menurutnya kondisi rutan sekarang kurang memadai. Abdullah mencontohkan di Tangerang, penjara anak-anak, mereka berada di dalam penjara dewasa. Mestinya sel anak-anak tidak digabungkan dengan orang dewasa. “Over load betul”, tegasnya.
Rutan Khusus Koruptor
Dari kasus Ayin tersebut, menjadi salah satu pertimbangan KPK untuk mengajukan kembali ide pendirian rumah tahanan khusus bagi terpidana korupsi. "Peristiwa yang kemarin itu menjadi pemikiran untuk membuat rutan bagi narapidana korupsi. Rutan ini akan ditangani oleh KPK," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P beberapa waktu lalu.
Wakil ketua KPK Haryono Umar mengatakan selama ini banyak tahanan KPK yang dititipkan di Lapas Cipinang. Bahkan sebelumnya, KPK menempatkan tahanan di beberapa tempat. Di antaranya, di rutan Polres DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri. Dia mengungkapkan, pihaknya selama ini hanya beberapa kali menengok para tahanan titipan tersebut. Tapi, menurut dia, waktu itu kondisi mereka baik-baik saja. "Saya lihat tak banyak persoalan. Mereka masih wajar saja," katanya.
Menurut undang-undang, KPK memang berhak menahan tersangka korupsi selama menjalani penyidikan maksimal selama 120 hari. Kemudian masa penahanan beralih ke penuntut umum. Karena di KPK para jaksa juga bernaung di lembaga itu, otomatis tanggung jawab tahanan masih berada di pundak KPK. Tanggung jawab lembaga tersebut baru rampung ketika berkas beralih ke pengadilan negeri (PN).
Bibit menegaskan, keinginan KPK memiliki rutan sendiri bukan merupakan hal yang mubazir. Hal ini merupakan kebutuhan KPK dan dapat mengurangi resiko yang dihadapai KPK. Bahkan pengawasan bisa lebih mudah dilakukan. “Tidak mubazir jika (KPK) punya rutan. Kalau KPK bubar, nanti juga rutan itu akan menjadi rutan milik Negara. Barangnya tidak hilang, bisa menjadi Dephumham, polisi atau siapa tidak masalah,”tegas Bibit.
Tambah Bibit, hilangkan pernyataan “lu kan KPK sebentar, ngga perlu rutan”. Bukan seperti itu pertimbangannya, tegas Bibit. Menurutnya, jika punya rutan sendiri, KPK bisa menerapkan aturan-aturannya sendiri, sehingga menjadi satu bahasa. Selama ini, jika menitipkan di Polres, bahasa dan aturannya mungkin berbeda-beda. Sedangkan di KPK banyak larangan yang bisa diterapkan.
“ Kalau di kepolisian kan, saya masih menyangsikan hal itu. Banyak aturan-aturan yang tidak pas. Ya banyaklah aturan yang dilanggar sejauh saya mengikuti. Kita lihat masih banyak pelanggaran seperti itu,”katanya.
Sebagai contoh, masalah baju tahanan KPK saja tidak bisa digunakan. KPK sudah mendeasin baju tahanan, tetapi tidak dipakai di rutan masing-masing, berarti banyak aturan-aturan yang berbeda satu sama lain. Di cipinang, di polres Jakarta, kemungkinan berbeda satu sama lain.
Lanjut Bibit, jangankan KPK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)memandang perlu memiliki rutan sendiri,apalagi KPKP. Sehingga penjahat-penjahat koruptor tidak diperlakukan istimewa, tapi sama diperlakukan oleh tahanan KPK.” Rutan koruptor. Rutan dan lp koruptor itu sama, tidak ada yang diperlakukan istimewa.”
Dan keinginan itu sudah lama diajukan. Boro-boro rutan, bahkan KPK minta gedung saja belum dikasih. Senin(25/1),ada sedikit harapan, ketika rapat dengar pendapat ( RDP) dengan Komisi III, KPK mencoba kembali mengajukan keinginannya memiliki rutan sendiri.
KPK sejak 2008, sudah pernah mengajukan permohonan rumah tahanan tersendiri bagi narapidana kasus korupsi. Bahkan, saat itu KPK juga sudah mempersiapkan ruang tahanan khusus di dalam gedung KPK. Calon penjara itu berada di lantai bawah gedung Komisi di Jalan Rasuna Said Kav C-1, Kuningan, Jakarta. Ada lima ruang yang sudah disiapkan Masing-masing berukuran 4 x 3 meter, dengan tinggi atap 3 meter. Namun, itu tak berlanjut karena tidak disetujui Departemen Hukum dan HAM.
Tentunya ketika sudah di dalam tahanan, menjadi tanggung jawab hakim. Namun, alangkah baiknya, untuk memudahkan pengawasan para tahanan, KPK ingin membentuk rumah tahanan sendiri. Sayang, niat itu belum diluluskan DPR. Padahal, Departemen Keuangan telah memberikan sebidang tanah di belakang gedung KPK sekarang serta menyetujui anggaran Rp 180 miliar. Rencananya, gedung itu juga dilengkapi ruang tahanan.
"Padahal, ruang tahanan KPK itu berfungsi untuk memudahkan pengawasan kami terhadap para tersangka," tuturnya. Haryono mengungkapkan, KPK akan mengajukan kembali pembangunan tahanan untuk koruptor itu. "Tahun ini kami ajukan lagi ke DPR," katanya.
Direktur Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar mendukung ide pembentukan rumah tahanan khusus koruptor seperti yang disampaikan KPK. Namun dia mengingatkan bahwa hal itu juga harus dibarengi dengan pembaruan pada petugas penjaranya. "Kalau sipirnya orang lama, kepala penjaranya orang lama, ya, sama saja," kata dia kemarin.
Menurut Zainal, bila penjara khusus koruptor kelak dibangun, itu hanya menyelesaikan persoalan administrasi di KPK. "Misalnya, KPK lebih gampang memeriksa tersangka, dijemputnya lebih mudah," kata dia. Tapi, dia melanjutkan, hal itu tak menyelesaikan persoalan penjara secara umum, yaitu soal uang. "Sipirnya telanjur menikmati uang dari penghuni penjara," ujarnya.
Dalam pandangan Zainal, bila persoalan "uang" ini tak bisa diselesaikan, keberadaan penjara khusus koruptor bakal sia-sia. Perombakan total adalah cara yang dianggapnya paling realistis untuk memperbaiki penjara-penjara di Indonesia.
Konsep Rutan KPK
Dahulu kala, konsep pembangunan bui, penjara atau rutan bertujuan untuk membawa manusia jera dari apa yang dilakukannya. Nah, sekarang konsepnya seperti apa?. Filisafat hukuman,menerangkan penjara hanya s mengganti kesenangan yang diterima sewaktu melakukan kejahatan atau mengganti imbalan-imbalan yang ditimbulkan dari orang lain dalam pekerjaan dia melawan kejahatan.
Abdullah Hehamahua mengatakan kajian KPK mengenai rutan masih berjlaan, sehingga belum bisa diumumkan ke public seperti apa konsepnya. “Saya sedang mewacanakan untuk hukuman tanpa penjara. Ada rumah tahan tanpa penjara,”katanya.
Rutan,menurutnya, hanya digunakan ketika proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga vonis diberlakukan, setelah itu terpidana dilepaskan.”Saya sudah menghitung, baik dari efek jeranya dan biayanya, mending tidak ada penjara. Jadi langsung hukuman badan. Saya menjelaskan dari segi sosiologis.”
Tambah Abdullah, koruptor rela untuk membayar berapa saja agar tidak dipenjara. Hukuman yang dijatuhinya seharusnya hukuman fisik, seperti membersihkan selokan, di tempatkan di perkebunan, agar memberikan efek jera yang berdampak pada diri, keluarga dan masyarakat.” Tentu saja dia korupsi 1 M dia harus membayar 1 M, kerugian Negara dikembalikan.”katanya. Kalau Cuma di penjarakan dengan system sekarang, saya melihat haya melihat anton medan yang jadi ustatd. Dan ustad jefri. “Nga sampai 1%.”
Tahanan KPK
Memiliki rutan sendiri, merupakan keinginan terpendam yang masih dirasakan KPK. Selama masih menunggu persetujuan dari dewan dan berbagai pihak, untuk sementara KPK masih menitipkan tahanannya. Tentunya, KPK tidak sekedar menitipkan saja, pengawasan pun terus dilaksanakan. Selain itu, KPK juga berjanji menambah frekuensi sidak (inspeksi mendadak) di beberapa tahanan titipan para tersangka korupsi. "Ya, tentu kami akan melihat bagaimana kondisi mereka (para tersangka) ditahan. Mereka harus mendapatkan perlakuan sama dengan tahanan lain," jelas Wakil Ketua KPK Haryono Umar (12/1).
Untuk sementara ini, KPK hanya bisa mengawasi secara ketat ruang tahanan tersangka korupsi oleh KPK, seperti Anggodo, adik buronan KPK, Anggoro Widjojo. "Selama dia tahanan titipan KPK tentu KPK akan mengawasi secara ketat," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP, Kamis (15/1/2010).
Menurut Johan, KPK bisa mengawasi penahanan Anggodo selama berstatus tahanan KPK. Namun, jika sudah berkekuatan hukum tetap, segala sesuatu tentang tahanan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP). "Kita akan lihat apakah dia diperlakukan tidak sesuai dengan aturan," lanjutnya.
Demikian dengan Bibit, KPK tetap rutin melakukan pengawasan, karena dari penyelidik dan penyidik sudah ada orang-orang yang ditugaskan seperti itu. Indonesia Coruption Watch (ICW) sebelumnya meminta KPK terus mengawasi tersangka Anggodo Widjojo di Rutan Cipinang, Jakarta. Hal ini harus dilakukan agar Anggodo tidak mendapatkan perlakuan istimewa seperti apa yang diterima oleh Artalyta Suryani (Ayin). KPK juga diminta menempatkan petugas kemanan khusus untuk mengawasinya.(septi)