“Senyaman-nyamannya rumah orang, lebih nyaman rumah sendiri”. Barangkali itu pepatah yang lebih pas di kenakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketika mengungkapkan keinginannya memiliki rumah tahanan sendiri.
Baru-baru ini merebak kabar, perlakuan istimewa terhadap terpidana kasus korupsi Artalyta Suryani alias Ayin di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. "Perlakuan istimewa” untuk Ayin ini terbuka lebar setelah Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan inspeksi mendadak ke selnya, beberapa waktu lalu. Di dalam sel terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan itu ditemukan sejumlah fasilitas mewah. Antara lain, ruangan 6 x 6 meter yang dilengkapi dengan penyejuk udara, kasur pegas, televisi, sofa, dan meja tamu; dapur, toilet pribadi, serta tempat permainan anak; sopir, asisten, dan pengasuh bayi."
Sangat ironis memang, ketika kondisi rutan penuh sesak dengan penghuni. Ternyata ruang tahanan bisa dibeli dan dipesan sesuai keinginan penhuninya. Aneh!. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengatakan, semakin bertambahnya penghuni rutan tanpa dibarengi penambahan daya tampung rutan menjadi kendala selama ini. Para penghuni seakan dipaksakan untuk menempati ruangan yang sudah penuh. Istilahnya disesekkin.“Seperti tempat untuk menahan saya, itu rutan untuk wanita. Tempat Artalita ditempatin,”katanya , Senin (1/2).
Demikian halnya dengan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, menurutnya kondisi rutan sekarang kurang memadai. Abdullah mencontohkan di Tangerang, penjara anak-anak, mereka berada di dalam penjara dewasa. Mestinya sel anak-anak tidak digabungkan dengan orang dewasa. “Over load betul”, tegasnya.
Rutan Khusus Koruptor
Dari kasus Ayin tersebut, menjadi salah satu pertimbangan KPK untuk mengajukan kembali ide pendirian rumah tahanan khusus bagi terpidana korupsi. "Peristiwa yang kemarin itu menjadi pemikiran untuk membuat rutan bagi narapidana korupsi. Rutan ini akan ditangani oleh KPK," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P beberapa waktu lalu.
Wakil ketua KPK Haryono Umar mengatakan selama ini banyak tahanan KPK yang dititipkan di Lapas Cipinang. Bahkan sebelumnya, KPK menempatkan tahanan di beberapa tempat. Di antaranya, di rutan Polres DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri. Dia mengungkapkan, pihaknya selama ini hanya beberapa kali menengok para tahanan titipan tersebut. Tapi, menurut dia, waktu itu kondisi mereka baik-baik saja. "Saya lihat tak banyak persoalan. Mereka masih wajar saja," katanya.
Menurut undang-undang, KPK memang berhak menahan tersangka korupsi selama menjalani penyidikan maksimal selama 120 hari. Kemudian masa penahanan beralih ke penuntut umum. Karena di KPK para jaksa juga bernaung di lembaga itu, otomatis tanggung jawab tahanan masih berada di pundak KPK. Tanggung jawab lembaga tersebut baru rampung ketika berkas beralih ke pengadilan negeri (PN).
Bibit menegaskan, keinginan KPK memiliki rutan sendiri bukan merupakan hal yang mubazir. Hal ini merupakan kebutuhan KPK dan dapat mengurangi resiko yang dihadapai KPK. Bahkan pengawasan bisa lebih mudah dilakukan. “Tidak mubazir jika (KPK) punya rutan. Kalau KPK bubar, nanti juga rutan itu akan menjadi rutan milik Negara. Barangnya tidak hilang, bisa menjadi Dephumham, polisi atau siapa tidak masalah,”tegas Bibit.
Tambah Bibit, hilangkan pernyataan “lu kan KPK sebentar, ngga perlu rutan”. Bukan seperti itu pertimbangannya, tegas Bibit. Menurutnya, jika punya rutan sendiri, KPK bisa menerapkan aturan-aturannya sendiri, sehingga menjadi satu bahasa. Selama ini, jika menitipkan di Polres, bahasa dan aturannya mungkin berbeda-beda. Sedangkan di KPK banyak larangan yang bisa diterapkan.
“ Kalau di kepolisian kan, saya masih menyangsikan hal itu. Banyak aturan-aturan yang tidak pas. Ya banyaklah aturan yang dilanggar sejauh saya mengikuti. Kita lihat masih banyak pelanggaran seperti itu,”katanya.
Sebagai contoh, masalah baju tahanan KPK saja tidak bisa digunakan. KPK sudah mendeasin baju tahanan, tetapi tidak dipakai di rutan masing-masing, berarti banyak aturan-aturan yang berbeda satu sama lain. Di cipinang, di polres Jakarta, kemungkinan berbeda satu sama lain.
Lanjut Bibit, jangankan KPK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)memandang perlu memiliki rutan sendiri,apalagi KPKP. Sehingga penjahat-penjahat koruptor tidak diperlakukan istimewa, tapi sama diperlakukan oleh tahanan KPK.” Rutan koruptor. Rutan dan lp koruptor itu sama, tidak ada yang diperlakukan istimewa.”
Dan keinginan itu sudah lama diajukan. Boro-boro rutan, bahkan KPK minta gedung saja belum dikasih. Senin(25/1),ada sedikit harapan, ketika rapat dengar pendapat ( RDP) dengan Komisi III, KPK mencoba kembali mengajukan keinginannya memiliki rutan sendiri.
KPK sejak 2008, sudah pernah mengajukan permohonan rumah tahanan tersendiri bagi narapidana kasus korupsi. Bahkan, saat itu KPK juga sudah mempersiapkan ruang tahanan khusus di dalam gedung KPK. Calon penjara itu berada di lantai bawah gedung Komisi di Jalan Rasuna Said Kav C-1, Kuningan, Jakarta. Ada lima ruang yang sudah disiapkan Masing-masing berukuran 4 x 3 meter, dengan tinggi atap 3 meter. Namun, itu tak berlanjut karena tidak disetujui Departemen Hukum dan HAM.
Tentunya ketika sudah di dalam tahanan, menjadi tanggung jawab hakim. Namun, alangkah baiknya, untuk memudahkan pengawasan para tahanan, KPK ingin membentuk rumah tahanan sendiri. Sayang, niat itu belum diluluskan DPR. Padahal, Departemen Keuangan telah memberikan sebidang tanah di belakang gedung KPK sekarang serta menyetujui anggaran Rp 180 miliar. Rencananya, gedung itu juga dilengkapi ruang tahanan.
"Padahal, ruang tahanan KPK itu berfungsi untuk memudahkan pengawasan kami terhadap para tersangka," tuturnya. Haryono mengungkapkan, KPK akan mengajukan kembali pembangunan tahanan untuk koruptor itu. "Tahun ini kami ajukan lagi ke DPR," katanya.
Direktur Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar mendukung ide pembentukan rumah tahanan khusus koruptor seperti yang disampaikan KPK. Namun dia mengingatkan bahwa hal itu juga harus dibarengi dengan pembaruan pada petugas penjaranya. "Kalau sipirnya orang lama, kepala penjaranya orang lama, ya, sama saja," kata dia kemarin.
Menurut Zainal, bila penjara khusus koruptor kelak dibangun, itu hanya menyelesaikan persoalan administrasi di KPK. "Misalnya, KPK lebih gampang memeriksa tersangka, dijemputnya lebih mudah," kata dia. Tapi, dia melanjutkan, hal itu tak menyelesaikan persoalan penjara secara umum, yaitu soal uang. "Sipirnya telanjur menikmati uang dari penghuni penjara," ujarnya.
Dalam pandangan Zainal, bila persoalan "uang" ini tak bisa diselesaikan, keberadaan penjara khusus koruptor bakal sia-sia. Perombakan total adalah cara yang dianggapnya paling realistis untuk memperbaiki penjara-penjara di Indonesia.
Konsep Rutan KPK
Dahulu kala, konsep pembangunan bui, penjara atau rutan bertujuan untuk membawa manusia jera dari apa yang dilakukannya. Nah, sekarang konsepnya seperti apa?. Filisafat hukuman,menerangkan penjara hanya s mengganti kesenangan yang diterima sewaktu melakukan kejahatan atau mengganti imbalan-imbalan yang ditimbulkan dari orang lain dalam pekerjaan dia melawan kejahatan.
Abdullah Hehamahua mengatakan kajian KPK mengenai rutan masih berjlaan, sehingga belum bisa diumumkan ke public seperti apa konsepnya. “Saya sedang mewacanakan untuk hukuman tanpa penjara. Ada rumah tahan tanpa penjara,”katanya.
Rutan,menurutnya, hanya digunakan ketika proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga vonis diberlakukan, setelah itu terpidana dilepaskan.”Saya sudah menghitung, baik dari efek jeranya dan biayanya, mending tidak ada penjara. Jadi langsung hukuman badan. Saya menjelaskan dari segi sosiologis.”
Tambah Abdullah, koruptor rela untuk membayar berapa saja agar tidak dipenjara. Hukuman yang dijatuhinya seharusnya hukuman fisik, seperti membersihkan selokan, di tempatkan di perkebunan, agar memberikan efek jera yang berdampak pada diri, keluarga dan masyarakat.” Tentu saja dia korupsi 1 M dia harus membayar 1 M, kerugian Negara dikembalikan.”katanya. Kalau Cuma di penjarakan dengan system sekarang, saya melihat haya melihat anton medan yang jadi ustatd. Dan ustad jefri. “Nga sampai 1%.”
Tahanan KPK
Memiliki rutan sendiri, merupakan keinginan terpendam yang masih dirasakan KPK. Selama masih menunggu persetujuan dari dewan dan berbagai pihak, untuk sementara KPK masih menitipkan tahanannya. Tentunya, KPK tidak sekedar menitipkan saja, pengawasan pun terus dilaksanakan. Selain itu, KPK juga berjanji menambah frekuensi sidak (inspeksi mendadak) di beberapa tahanan titipan para tersangka korupsi. "Ya, tentu kami akan melihat bagaimana kondisi mereka (para tersangka) ditahan. Mereka harus mendapatkan perlakuan sama dengan tahanan lain," jelas Wakil Ketua KPK Haryono Umar (12/1).
Untuk sementara ini, KPK hanya bisa mengawasi secara ketat ruang tahanan tersangka korupsi oleh KPK, seperti Anggodo, adik buronan KPK, Anggoro Widjojo. "Selama dia tahanan titipan KPK tentu KPK akan mengawasi secara ketat," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP, Kamis (15/1/2010).
Menurut Johan, KPK bisa mengawasi penahanan Anggodo selama berstatus tahanan KPK. Namun, jika sudah berkekuatan hukum tetap, segala sesuatu tentang tahanan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP). "Kita akan lihat apakah dia diperlakukan tidak sesuai dengan aturan," lanjutnya.
Demikian dengan Bibit, KPK tetap rutin melakukan pengawasan, karena dari penyelidik dan penyidik sudah ada orang-orang yang ditugaskan seperti itu. Indonesia Coruption Watch (ICW) sebelumnya meminta KPK terus mengawasi tersangka Anggodo Widjojo di Rutan Cipinang, Jakarta. Hal ini harus dilakukan agar Anggodo tidak mendapatkan perlakuan istimewa seperti apa yang diterima oleh Artalyta Suryani (Ayin). KPK juga diminta menempatkan petugas kemanan khusus untuk mengawasinya.(septi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar